5. Perencanaan Volume Penjualan (Perancangan Pabrik)
Break even
point
atau titik impas dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasi
perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi
(penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986). Menurut Rosyandi (1985) break even point merupakan titik
produksi dimana hasil penjualan akan tepat sama dengan total biaya produksi.
Munawir (1986) menyatakan bahwa analisa break even point merupakan suatu analisa
yang ditujukan untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu
perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian (keuntungan=0).
Melalui analisa BEP dapat dibuat perencanaan penjualan, sekaligus
perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami
kerugian. Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi
di atas BEP atau titik impas. (Rosyandi,
1985).
Analisis break
even point digunakan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut: (1) jumlah
penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami
kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum
yang harus dibuat, (2) jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba
yang telah direncanakan atau dapat diartikan bahwa tingkat produksi
harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut, (3) mengukur dan
menjaga agar penjualan dan tingkat produksi tidak lebih kecil dari BEP, dan (4) menganalisis
perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat
produksi.
Sehingga analisis terhadap BEP merupakan suatu alat
perencanaan penjualan dan sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar
perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus memperoleh keuntungan berarti
perusahaan harus berproduksi di atas BEP-nya (Prawirasentono,
1997).
Manfaat analisis BEP menurut Sutrisno (2000) adalah:
(1) perencanaan produksi dan penjualan sesuai target laba yang diinginkan, (2)
perencanaan harga jual normal atas barang yang dihasilkan untuk mencapai laba
yang ditargetkan dengan memproyeksikan target penjualan, (3) perencanaan dan
pemilihan metode produksi yang digunakan dan (4) penentuan titik tutup pabrik (shut down point), yaitu ketika penjualan
tidak mampu menutup biaya variabel dan biaya tetap tunai.
Dalam menggunakan analisis BEP, harus dipenuhi
asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
a. Biaya di dalam perusahaan
digolongkan kedalam dua jenis biaya, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Jika
ada biaya semi variabel harus dialokasikan kedalam dua jenis biaya tersebut.
b. Besarnya biaya variabel
secara total berubah-ubah secara proporsionil dengan volume produksi/ penjualan.
Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.
c. Besarnya biaya tetap
secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi/ penjualan.
ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan
volume kegiatan.
d. Harga jual per unit tidak
berubah selama periode analisis.
e. Perusahaan hanya
memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih dari satu macam produk,
perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk harus tetap.
METODE PERHITUNGAN BEP
Untuk menentukan BEP suatu usaha bisnis dapat
digunakan beberapa cara yaitu: (1) pendekatan trial and error, (2) pendekatan grafik, dan (3) pendekatan
matematis. Perhitungan break-even point
dengan pendekatan trial and error
(coba-coba), yaitu dengan menghitung keuntungan operasi dari suatu volume
produksi/ penjualan tertentu dan terus diulang hingga menghasilkan volume
produksi/ penjualan yang menghasilkan keuntungan = 0 (Total Revenue = Total Cost). Apabila perhitungan
menghasilkan keuntungan maka hitung kembali dengan mengambil volume penjualan/ produksi
yang lebih rendah sebaliknya jika hasil perhitungan mengalami kerugian maka
hitung kembali dengan mengambil volume penjualan/ produksi yang lebih
besar. Demikian dilakukan seterusnya
hingga dicapai volume penjualan/ produksi di mana penghasilan penjualan tepat
sama dengan besarnya biaya total.
Contoh: Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap
sebesan Rp 300.000. Biaya variabel per unit Rp 40. Harga jual per unit Rp l00.
Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. BEP usaha ini dihitung dengan cara
coba-coba dengan menghitung keuntungan saat
volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat
dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:
Π = Q x P – (FC + (Q x VC))
= (6.000 x
Rp 100) – (Rp 300.000,00 + (6.000 x Rp 40))
= Rp 600.000 - (Rp 300.000 + Rp 240.000)
= Rp 60.000
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan.
Ini berarti bahwa break-even pointnya
terletak di bawah 6.000 unit. Hitung kembali dengan memisalkan volume
penjualannya sebesar 4.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai
berikut:
= (4.000 x Rp 100) — (Rp
300.000 + (4.000 x Rp 40))
=
Rp 400.000 — (Rp 300.000 + Rp160.000)
=
- Rp 60.000
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp 60.000
sehingga break-even pointnya lebih
besar dari 4.000 unit. Misalkan volume penjualannya 5.000 unit, dan hasil perhitungannya
adalah sebagai berikut:
=
(5.000 x Rp 100) — (Rp 300.000 + (5.000 x Rp 40))
=
Rp 500.000 — (Rp 300.000 + Rp 200.000)
=
Rp 0
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even
point dimana keuntungan nettonya sama dengan nol.
Pendekatan grafik dilakukan dengan menggambarkan
unsur-unsur biaya dan penghasilan kedalam sebuah gambar grafik. Dalam gambar
tersebut akan terlihat garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan
jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit digambarkan pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan digambarkan pada sumbu
vertikal (sumbu Y).
Untuk menggambarkan garis biaya tetap dalam grafik break even point dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal
sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar
dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya contribution margin akan tampak pada
gambar break even point tersebut.
Penentuan break
even point pada grafik, yaitu pada
titik dimana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan
garis biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal
ke bawah sampai sumbu X akan tampak besarnya break even point dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus
lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan tampak besarnya break even point dalam rupiah.
Untuk jelasnya, perhatikan contoh berikut ini: Suatu perusahaan beroperasi dengan biaya
tetap sebesar Rp 300.000, biaya variabel per unit Rp 40. Harga jual produk per unit Rp l00. Kapasitas produksi maksimal
10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar
data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break even point.

Gambar 1. Grafik BEP
dengan Biaya Tetap Sejajar Sumbu X

Gambar 2. Grafik BEP dengan Biaya Tetap yang Sejajar Garis
Biaya Variabel
Dari Gambar 1 dan Gambar 2 tersebut terlihat bahwa break even point tecapai pada volume penjualan sebesar Rp 500.000
atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada Gambar 2. adalah lebih
baik karena pada gambar tersebut tampak konsep contribution margin. Dalam gambar tersebut break-even point
tercapai pada volume kegiatan di mana contribution
margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama
besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp 500.000 atau dalam
unit sebanyak 5.000 unit.
a. Perhitungan BEP dengan
pendekatan matematis menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu: (a) atas dasar unit dan (b) atas dasar nilai penjualan dalam rupiah.
Perhitungan BEP atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

P = harga jual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan
dijual
Dari contoh di atas dapat
dihitung secara langsung dalam unit dengan menggunakan rumus pada persamaan 1
dan hasilnya adalah sebagai berikut:

b. Perhitungan break-even
point atas dasar nilai penjualan dalam rupiah dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:

FC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan
Dengan menggunakan contoh
pada bagian sebelumnya, BEP penjualan yang dinyatakan dalam rupiah dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 2 sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan
tersebut dapat diketahui bahwa volume penjualan BEP yang dinyatakan dalam
rupiah sebesar Rp 500.000. Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan
harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:

Dalam analisa BEP perlu
pula dipahami konsep Margin of Safety.
Margin of safety merupakan batas
penurunan penjualan yang bisa ditolerir oleh perusahaan agar tidak menderita
kerugian (Sutrisno, 2000). Besarnya margin
of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Margin of Safety merupakan angka yang menunjukkan jarak antara
penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, dimana
kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan
menderita kerugian. Dari contoh, besamya margin
of safety dapat dihitung sebagai berikut:

Angka margin of
safety sebesar 50% menunjukkan jika jumlah penjualan yang nyata berkurang
atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan)
perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dari
yang direncanakan, perusahaan belum menderita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin
kecil margin of safety berarti makin
cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal adanya
penurunan jumlah penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang
dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka
relatif, kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan
yang absolut digunakan istilah “margin of
Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam
persentase dari penjualan) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya margin of safety adalah Rp 500.000 dan
besarnya margin of safety ratio
adalah 50%.
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/1-dasar-dasar-perancangan-pabrik.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/2-elemen-elemen-dasar-perancangan.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/3-kekuatan-kepemilikan-modal.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/4-perancangan-produk-aspek-fungsi.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/6-pemilihan-proses-produksi-perancangan.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/1-dasar-dasar-perancangan-pabrik.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/2-elemen-elemen-dasar-perancangan.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/3-kekuatan-kepemilikan-modal.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/4-perancangan-produk-aspek-fungsi.html
https://terapanstatistik.blogspot.com/2019/03/6-pemilihan-proses-produksi-perancangan.html
Komentar
Posting Komentar